Konsep Gender: Pandangan Berbeda Kesetaraan Gender Wanita
Maret 24, 2017
Add Comment
Konsep gender/jender: Pandangan Berbeda kesetaraan gender wanita- Pada kesempatan kali ini, sebagai kata-kata inspiratif menyikapi pandangan mengenai perbedaan opini seputar kesejajaran wanita dengan pria dan ketidakadilan gender, saya akan mencoba sedikit mengulas materi terkait dengannya. Kesetaraan gender berdasarkan kuantitasnya telah menjadikan trending topic dalam sebagian besar wacana perempuan di seluruh negara-negara berkembang. Bermula dari penerapan yang dilakukan oleh negara-negara maju dalam melakukan upaya memperoleh kesamaan atau kesetaraan kedudukan yang sama pada berbagai bidang, guna memperoleh keseragaman peran menjadikannya tolok ukur kuantitas dalam porsi peran masing-masing identitas gender. Ukuran kuantitatif ini yang dimaksud sebagai outcome yang diraih oleh kaum wanita dalam hal kesamaan dengan pria. Kemajuan wanita dalam sektor publik khususnya, secara normatif harus sejajar dengan kaum pria. Maka, apapun istilahnya, entah kesejajaran, persamaan pria dan wanita, ketidaksetaraan gender maupun kesetaraan gender telah menjadi bagian tidak terpisahkan.
Berbicara konsep gender, diantara anda mungkin akan terperangah ketika membaca konsep tentang kesamaan atau perbedaan gender yang begitu kompleksnya, Nampaknya di dalam kehidupan masyarakat tertentu pengertian gender diinterpretasikan sebagai pemerataan peran antara wanita dan pria, kemudian diaplikasikan pada perilaku antar individu. Namun demikian adakalanya tidak hanya cukup dengan interpretasi untuk menanamkan pemahaman yang benar mengenai persamaan gender serta perbedaan gender yang mendasari peran individu, perlu implementasi yang tepat guna agar tidak mengesampingkan kodrati gendernya sendiri. Pengertian keadilan gender, bukan berarti berpatokan pada kesenjangan gender itu sendiri, namun lebih dititikberatkan pada peran kodratinya sebagai salah satu bagian identitas gender semua individu.
Ada seorang teman saya (seorang wanita), ia pernah kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama, setalah lulus ia kemudian berkarir di sebuah instansi selama 3 tahun. Selama perjalanan karirnya, ia memiliki perasaan bersalah karena waktunya hanya dicurahkan pada pekerjaannya saja, padahal ia telah berkeluarga dan memiliki 3 orang anak. Tak lama, beberapa waktu kemudian dia melahirkan anak keempatnya. Dalam membesarkan anak keempatnya ini, secara bersamaan ia memiliki masalah dari sisi komunikasinya dengan suami dan anak-anaknya yang lain. yakni anaknya yang tertua. Ia dianggap jarang ada di rumah dan kurang begitu memperhatikan kondisi anaknya. Dengan penuh kesadaran, pada akhirnya ia memutuskan untuk alih profesi ke bidang pekerjaan yang lain, yang memberikan waktu lebih banyak untuk keluarganya.
Ilustrasi cerita nyata, dari kisah yang saya tulis di atas, ternyata memiliki dualisme permasalahan yang terkesan kontroversial. Asumsi yang pertama, bahwa wanita dapat mempunyai kapasitas yang sama dengan kaum pria dalam melakukan pekerjaan publik. Kapasitas ini dapat menyangkut kemampuan, kepandaian dan ketahanan fisik. Asumsi yang kedua adalah bahwa wanita tidak dapat memiliki keinginan, aspirasi dan ambisi yang sama dengan pria, karena pengaruh dari aspek biologisnya. Sebab impiannya untuk mendapatkan kesuksesan di dunia karir tidak mungkin sama dengan pria pada jalan hidup yang sama pula. Maka secara faktual unsur karir ternyata tidak memungkinkan seorang wanita menyamai karir yang dapat diraih oleh kaum pria, karena perbedaan biologis kodratinya sebagai manusia yang memiliki identitas berbeda. Jadi kemampuan universal manusia dapat ditilik berdasarkan kemampuan dasar identitas gendernya sendiri. wanita sccara universal pula hanya dapat sama ketika ia dihadapkan dengan dunia kerja, aturan yang dibuat bersama dan pandangan kesamaan kedudukan berdasarkan sisi kemanusiaan jender saja.
Dengan mengacu pada asumsi-asumsi tersebut, maka konsep kesetaraan gender para feminis dapat disederhanakan sebagai berikut; pertama, mengingat kemampuan universal dapat dimiliki, baik pria maupun wanita maka tentu saja upaya yang menyertainya dalam sisi kesetaraan kemampuan hanya dapat dikatakan bersifat universal saja dan mungkin saja dapat terwujud. Hal ini senada dengan UNDP. Kedua, sistem kebersamaan dan kesatuan dalam keragaman sering dilupakan, sebagai contoh aspek biologis yang disandang masing-masing gender (pria atau wanita) menanggapi tentang isu gender.
Dengan demikian secara biologis dan kapasitas umum peran gender dalam masyarakat, dapat menampilkan pandangan berbeda tentang kesetaraan gender perempuan dewasa ini. Deskripsi di atas adalah sebagian kecil studi kasus adanya persetujuan dan ketidaksetujuan mengenai konsep gender dan aktualisasinya dalam ruang kehidupan kita sebagai manusia.
Kiranya sekian, uraian pendek tentang konsep gender dan kesetaraan gender wanita, semoga dapat menjadikannya sebagai kata-kata bijak tentang gender, ketika dihadapkan dengan paradigma baru yang ada di tengah-tengah kehidupan kita. Terima kasih, atas kunjungan pembaca karena telah berkenan membaca artikel di blog ini. Sampai juma lagi, di artikel-artikel selanjutnya.
Ada seorang teman saya (seorang wanita), ia pernah kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama, setalah lulus ia kemudian berkarir di sebuah instansi selama 3 tahun. Selama perjalanan karirnya, ia memiliki perasaan bersalah karena waktunya hanya dicurahkan pada pekerjaannya saja, padahal ia telah berkeluarga dan memiliki 3 orang anak. Tak lama, beberapa waktu kemudian dia melahirkan anak keempatnya. Dalam membesarkan anak keempatnya ini, secara bersamaan ia memiliki masalah dari sisi komunikasinya dengan suami dan anak-anaknya yang lain. yakni anaknya yang tertua. Ia dianggap jarang ada di rumah dan kurang begitu memperhatikan kondisi anaknya. Dengan penuh kesadaran, pada akhirnya ia memutuskan untuk alih profesi ke bidang pekerjaan yang lain, yang memberikan waktu lebih banyak untuk keluarganya.
Ilustrasi cerita nyata, dari kisah yang saya tulis di atas, ternyata memiliki dualisme permasalahan yang terkesan kontroversial. Asumsi yang pertama, bahwa wanita dapat mempunyai kapasitas yang sama dengan kaum pria dalam melakukan pekerjaan publik. Kapasitas ini dapat menyangkut kemampuan, kepandaian dan ketahanan fisik. Asumsi yang kedua adalah bahwa wanita tidak dapat memiliki keinginan, aspirasi dan ambisi yang sama dengan pria, karena pengaruh dari aspek biologisnya. Sebab impiannya untuk mendapatkan kesuksesan di dunia karir tidak mungkin sama dengan pria pada jalan hidup yang sama pula. Maka secara faktual unsur karir ternyata tidak memungkinkan seorang wanita menyamai karir yang dapat diraih oleh kaum pria, karena perbedaan biologis kodratinya sebagai manusia yang memiliki identitas berbeda. Jadi kemampuan universal manusia dapat ditilik berdasarkan kemampuan dasar identitas gendernya sendiri. wanita sccara universal pula hanya dapat sama ketika ia dihadapkan dengan dunia kerja, aturan yang dibuat bersama dan pandangan kesamaan kedudukan berdasarkan sisi kemanusiaan jender saja.
Dengan mengacu pada asumsi-asumsi tersebut, maka konsep kesetaraan gender para feminis dapat disederhanakan sebagai berikut; pertama, mengingat kemampuan universal dapat dimiliki, baik pria maupun wanita maka tentu saja upaya yang menyertainya dalam sisi kesetaraan kemampuan hanya dapat dikatakan bersifat universal saja dan mungkin saja dapat terwujud. Hal ini senada dengan UNDP. Kedua, sistem kebersamaan dan kesatuan dalam keragaman sering dilupakan, sebagai contoh aspek biologis yang disandang masing-masing gender (pria atau wanita) menanggapi tentang isu gender.
Dengan demikian secara biologis dan kapasitas umum peran gender dalam masyarakat, dapat menampilkan pandangan berbeda tentang kesetaraan gender perempuan dewasa ini. Deskripsi di atas adalah sebagian kecil studi kasus adanya persetujuan dan ketidaksetujuan mengenai konsep gender dan aktualisasinya dalam ruang kehidupan kita sebagai manusia.
Kiranya sekian, uraian pendek tentang konsep gender dan kesetaraan gender wanita, semoga dapat menjadikannya sebagai kata-kata bijak tentang gender, ketika dihadapkan dengan paradigma baru yang ada di tengah-tengah kehidupan kita. Terima kasih, atas kunjungan pembaca karena telah berkenan membaca artikel di blog ini. Sampai juma lagi, di artikel-artikel selanjutnya.
0 Response to "Konsep Gender: Pandangan Berbeda Kesetaraan Gender Wanita"
Posting Komentar